Tampilkan postingan dengan label Tempat Wisata. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tempat Wisata. Tampilkan semua postingan

Masjid Agung Jawa Tengah

Masjid Agung Jawa Tengah merupakan salah satu masjid termegah di Indonesia. Masjid dengan arsitektur indah ini mulai dibangun pada tahun 2001 dan selesai pada tahun 2006. Kompleks masjid terdiri dari bangunan utama seluas 7.669 m2 dan halaman seluas 7.500 m2. Masjid Agung Jawa Tengah terletak di jalan Gajah Raya, tepatnya di Desa Sambirejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang.

Masjid yang mampu menampung jamaah tak kurang dari 15.000 ini diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, pada tahun 2006. Upacara peresmian ditandai dengan penandatanganan batu prasasti setinggi 3,2 m dan berat 7,8 ton yang terletak di depan masjid. Prasasti terbuat dari batu alam yang berasal dari lereng Gunung Merapi.

Masjid Agung Jawa Tengah

Selain sebagai tempat ibadah, Masjid Agung Jawa Tengah juga merupakan obyek wisata terpadu pendidikan, religi, pusat pendidikan, dan pusat aktivitas syiar Islam. Dengan berkunjung ke masjid ini, pengunjung dapat melihat keunikan arsitektur masjid yang merupakan perpaduan antara arsitektur Jawa, Roma dan Arab.

Arsitektur Jawa terlihat pada beberapa bagian, misalnya pada bagian dasar tiang masjid menggunakan motif batik seperti tumpal, untu walang, kawung, dan parang-parangan. Ciri arsitektur Timur Tengah (Arab) terliat pada dinding masjid dinding masjid yang berhiaskan kaligrafi. Selain itu, di halaman Masjid Agung Jawa Tengah terdapat 6 payung hidrolik raksasa yang dapat membuka dan menutup secara otomatis yang merupakan adopsi arsitektur bangunan Masjid Nabawi yang terdapat di Kota Madinah. Masjid ini juga sedikit dipengaruhi gaya arsitektur Roma. Gaya itu nampak pada desain interior dan lapisan warna yang melekat pada sudut-sudut bangunan.

Selain bangunan utama masjid yang luas dan indah, terdapat bangunan pendukung lainnya. Bangunan pendukung itu di antaranya: auditorium di sisi sayap kanan masjid yang dapat menampung kurang lebih 2.000 orang. Auditorium ini biasanya digunakan untuk acara pameran, pernikahan dan kegiatan-kegiatan lainnya. Sayap kiri masjid terdapat perpustakaan dan ruang perkantoran yang disewakan untuk umum. Halaman utama masjid yang terdapat 6 payung hidrolik juga dapat menampung jamaah sebanyak 10.000 orang.

Keistimewaan lain masjid ini berupa Menara Asmaul Husna (Al Husna Tower) dengan ketinggian 99 m. Menara yang dapat dilihat dari radius 5 km ini terletak di pojok barat daya masjid. Menara tersebut melambangkan kebesaran dan kemahakuasaan Allah. Dipuncak menara dilengkapi teropong pandang. Dari tempat ini pengunjung dapat menikmati udara yang segar sambil melihat indahnya Kota Semarang dan kapal-kapal yang sedang berlalu-lalang di pelabuhan Tanjung Emas.

Di masjid ini juga terdapat Al qur`an raksasa tulisan tangan karya H. Hayatuddin, seorang penulis kaligrafi dari Universitas Sains dan Ilmu Al-qur`an dari Wonosobo, Jawa Tengah. Tak hanya itu, ada juga replika beduk raksasa yang dibuat oleh para santri Pesantren Alfalah Mangunsari, Jatilawang, Banyumas, Jawa Barat.

Di area Masjid Agung Jawa Tengah terdapat berbagai macam fasilitas seperti perpustakaan, auditorium, penginapan, ruang akad nikah, pemandu wisata, museum kebudayaan Islam, cafe muslim, kios-kios cenderamata, buah-buahan, dan lain-lain. Selain itu, terdapat juga berbagai macam sarana hiburan seperti air mancur, arena bermain anak-anak, dan kereta kelinci yang dapat mengantarkan pengunjung berputar mengelilingi kompleks masjid ini.

Untuk memasuki kawasab Masjid Agung Jawa Tengah, pengunjung tidak dipungut biaya. Namun, jika pengunjung ingin memasuki area tertentu seperti Menara Asmaul Husna, pengunjung diwajibkan membayar Rp 3.000 per orang untuk jam kunjungan antara pukul 08.00—17.30 WIB. Dan apabila pengunjung datang pada jam 17.30—21.00 WIB tarif tersebut meningkat menjadi Rp 4.000 per orang. Bagi pengunjung yang ingin menggunakan teropong yang terdapat di Menara Asmaul Husna itu, maka pengunjung harus mengeluarkan ongkos tambahan sebesar Rp 500,- per menit.

Pada saat liburan, masjid banyak di kunjungi wisatawan yang berasal dari berbagai daerah. Bahkan beberapa turis manca negara, khususnya muslim banyak yang melunagkan waktu berkunjung ke masjid ini untuk beribadah sekaligus berwisata.

Sam Po Kong


Kelenteng Gedung Batu Sam Po Kong adalah sebuah petilasan, yaitu bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama islam yang bernama Zheng He / Cheng Ho. Terletak di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota Semarang.

Disebut Gedung Batu karena bentuknya merupakan sebuah Gua Batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu. Karena kaburnya sejarah, orang Indonesia keturunan cina menganggap bangunan itu adalah sebuah kelenteng - mengingat bentuknya berarsitektur cina sehingga mirip sebuah kelenteng. Sekarang tempat tersebut dijadikan tempat peringatan dan tempat pemujaan atau bersembahyang serta tempat untuk berziarah. Untuk keperluan tersebut, di dalam gua batu itu diletakan sebuah altar, serta patung-patung Sam Po Tay Djien. Padahal laksamana cheng ho adalah seorang muslim, tetapi oleh mereka di anggap dewa. Hal ini dapat dimeklumi mengingat agama Kong Hu Cu atau Tau menganggap orang yang sudah meninggal dapat memberikan pertolongan kepada mereka.

Menurut cerita, Laksamana Zheng He sedang berlayar melewati laut jawa ada seorang awak kapalnya yang sakit, ia memerintahkan membuang sauh. Kemudian ia merapat ke pantai utara semarang dan mendirikan sebuah masjid di tepi pantai yang sekarang telah berubah fungsi menjadi kelenteng. Bangunan itu sekarang telah berada di tengah kota Semarang di akibatkan pantai utara jawa selalu mangalami pendangkalan diakibatkan adanya sedimentasi sehingga lambat-laun daratan akan semakin bertambah luas kearah utara.

Konon, setelah Zheng He meninggalkan tempat tersebut karena ia harus melanjutkan pelayarannya, banyak awak kapalnya yang tinggal di desa Simongan dan kawin dengan penduduk setempat. Mereka bersawah dan berladang ditempat itu. Zheng He memberikan pelajaran bercocok-tanam serta menyebarkan ajaran-ajaran Islam.


sumber:wikipedia

Lawang Sewu

Lawang Sewu merupakan sebuah gedung di Semarang, Jawa Tengah yang merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut Wilhelminaplein.

Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu (Seribu Pintu) dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya, pintu yang ada tidak sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela yang tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu (lawang).

Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Perhubungan Jawa Tengah. Pada masa perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober - 19 Oktober 1945). Gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarang dengan Surat Keputusan Wali Kota Nomor. 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi.

Saat ini bangunan tua tersebut telah mengalami tahap konservasi dan revitalisasi yang dilakukan oleh Unit Pelestarian benda dan bangunan bersejarah PT Kereta Api Persero

Sejarah Bangunan Lawang Sewu Lawang Sewu adalah salah satu bangunan bersejarah yang dibangun oleh pemerintahan kolonial Belanda, pada 27 Februari 1904. Awalnya bangunan tersebut didirikan untuk digunakan sebagai Het Hoofdkantoor van de Nederlansch Indische Spoorweg Maatscappij (NIS) atau Kantor Pusat Perusahan Kereta Api Swasta NIS. Sebelumnya kegiatan administrasi perkantoran NIS dilakukan di Stasiun Samarang NIS. Namun pertumbuhan jaringan perkeretaapian yang cukup pesat, dengan sendirinya membutuhkan penambahan jumlah personil teknis dan bagian administrasi yang tidak sedikit seiring dengan meningkatnya aktivitas perkantoran. Salah satu akibatnya kantor pengelola di Stasiun Samarang NIS menjadi tidak lagi memadai. NIS pun menyewa beberapa bangunan milik perseorangan sebagai jalan keluar sementara. Namun hal tersebut dirasa tidak efisien. Belum lagi dengan keberadaan lokasi Stasiun Samarang NIS yang terletak di kawasan rawa-rawa hingga urusan sanitasi dan kesehatan pun menjadi pertimbangan penting. Kemudian diputuskan untuk membangun kantor administrasi di lokasi baru. Pilihan jatuh ke lahan yang pada masa itu berada di pinggir kota berdekatan dengan kediaman Residen. Letaknya di ujung Bodjongweg Semarang (sekarang Jalan Pemuda), di sudut pertemuan Bodjongweg dan Samarang naar Kendalweg (jalan raya menuju Kendal). NIS mempercayakan rancangan gedung kantor pusat NIS di Semarang kepada Prof. Jacob F. Klinkhamer (TH Delft) dan B.J. Ouendag, arsitek yang berdomisili di Amsterdam. Seluruh proses perancangan dilakukan di Negeri Belanda, baru kemudian gambar-gambar dibawa ke kota Semarang. Melihat dari cetak biru Lawang Sewu tertulis bahwa site plan dan denah bangunan ini telah digambar di Amsterdam pada tahun 1903. Begitu pula kelengkapan gambar kerjanya dibuat dan ditandatangi di Amsterdam tahun 1903.


sumber: wikipedia

Tugu Muda

Merupakan tugu yang berpenampang segi lima. Terdiri dari bagian yaitu landasan, badan dan kepala. Pasa sisi landasan tugu terdapat relief. Keseluruhan tugu dibuat dari batu. Untuk memperkuat kesan tugunya, dibuat kolam hias dan taman pada sekeliling tugu. Bangunan yang berada disekitar tugumuda adalah lawang sewu, Kantor BDNI, bakal Rumah Dinas Gubernur Jateng, Museum Manggala Bakti dan Katedral. Bermula dari ide untuk mendirikan monumen yang memperingati peristiwa Pertempuran Lima hari di Semarang. Pada tanggal 28 Oktober 1945, Gubernur Jawa Tengah, Mr. WWongsonegoro meletakkaan batu pertama pada lokasi yang direncanakan semula yaitu didekat Alun-alun. Namun karena pada bulan Nopember 1945 meletus perang melawan Sekutu dan Jepang, proyek ini menjadi terbengkalai. Kemudian tahun 1949, oleh Badan Koordinasi Pemuda Indonesia (BKPI), diprakarsai ide pembangunan tugu kembali, namun karena kesulitan dana, ide ini jugaa belum terlaksana. Tahun 1951, Walikota Semarang, Hadi Soebeno Sosro Wedoyo, membentuk Panitia Tugu Muda, dengan rencana pembangunan tidak lagi pada lokasi alun-alun, tetapi pada lokasi sekarang ini. Desain tugu dikerjakan oleh Salim, sedangkan relief pada tugu dikerjakan oleh seniman Hendro. Batu yang digunakan antara lain didatangkan dari kaliuang dan Paker. Tanggal 10 Nopember 1951, diletakkan batu pertama oleh Gubernur Jateng Boediono dan pada tanggal 20 Mei 1953, bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional, Tugu Muda diresmikaan oleh Soekarno, Presiden Republik Indonesia. Hingga sekarang, cukup banyak perubahan yang telah dilakukan terhadap arca di sekitar tugu muda, antatra lain pembuatan taman dan kolam.

sumber :wikipedia

gereja blenduk



Gereja Blenduk (kadang-kadang dieja Gereja Blendug dan seringkali dilafazkan sebagai mBlendhug) adalah Gereja Kristen tertua di Jawa Tengah yang dibangun oleh masyarakat Belanda yang tinggal di kota itu pada 1753, dengan bentuk heksagonal (persegi delapan). Gereja ini sesungguhnya bernama Gereja GPIB Immanuel, di Jl. Letjend. Suprapto 32. Kubahnya besar, dilapisi perunggu, dan di dalamnya terdapat sebuah orgel Barok. Arsitektur di dalamnya dibuat berdasarkan salib Yunani. Gereja ini direnovasi pada 1894 oleh W. Westmaas dan H.P.A. de Wilde, yang menambahkan kedua menara di depan gedung gereja ini. Nama Blenduk adalah julukan dari masyarakat setempat yang berarti kubah. Gereja ini hingga sekarang masih dipergunakan setiap hari Minggu. Di sekitar gereja ini juga terdapat sejumlah bangunan lain dari masa kolonial Belanda.

Daftar pendeta

Berikut ini adalah daftar pendeta yang bertugas di gereja ini sejak gereja ini dibangun hingga saat ini. Daftar ini dapat ditemukan di inskripsi yang terdapat di dinding gedung gereja.

  1. Johannes Wilhelmus Swemmelaar (1753 – 60)
  2. David Daniel van Vianen (1760 – 62)
  3. Simon Gideon (1762 – 66)
  4. Cornelius Coetzier (1766 – 72)
  5. Jonas van Pietersom Ramring (1767 – 70)
  6. Johannes Lipsius (1772 – 76)
  7. HermanusWachter (1777)
  8. Fredericus Montanus (1778 – 1814)
  9. Gottlob Bruckner (1814 – 1816)
  10. Dr.Diederik Lenting (1816 – 17)
  11. Gerardus van den Bijllaard (1819)
  12. Dr.Diederik Lenting (1819 – 20)
  13. Gerardus van den Bijllaard (1820 – 21)
  14. Dominicus Anne Manstra (1821-27 RIP)
  15. Pieter van Laren (1828 – 36)
  16. Cornelis Pieter Lammers van Toorenburg (1836 – 40)
  17. Johannes Hendrik van Rossum (1840 – 43)
  18. Frederik Ulrich van Hengel (1843)
  19. Hendrik Herman Schiff (1844 – 47)
  20. Jan Jurrien Scheuer (1847 – 51)
  21. Frederik Corneille van der Maar van Kulleler (1851 – 64)
  22. Frederik Ulrich van Hengel (1860 – 71)
  23. Pieter Leonard de Gaay Fortman (1864 – 66)
  24. Joseph Karel Kam (1866 – 69)
  25. Albert van Davelaar (1869 – 73)
  26. Barend Johannes Ovink (1871 – 72)
  27. Frederic Johan Jacobus Prins (1872 – 75)
  28. Caspar Adam Laurens van Trootensburg de Bruijn (1873)
  29. Hendrik Sanders Balsem (1873 – 74)
  30. Haijte van Ameijdem van Duijm (1874 – 1885)
  31. Barend Johannes Ovink (1875 – 1888)
  32. Jan Faber (1885 – 87)
  33. Ijnze Radersma (1886 – 89)
  34. Haijte van Ameijdem van Duijm (1887 – 90)
  35. Willem Mallinckredt (1899 – 94)
  36. Dr.Wouterus van Lingen (1890 – 95)
  37. Cornelis Rogge (1892 – 94)
  38. Abraham Samuel Carpentier Alting (1895 – 97)
  39. Willem van Griethuijsen (1895 – 97)
  40. Dr.Wouterus van Lingen (1897)
  41. Joan Frederic Verhoeff (1897 – 98)
  42. Johan Hendrik Christiaan Israel (1898 – 99)
  43. Johannes Cornelis Ijsbrand Bussingh de Vries (1898 – 1900)
  44. Joan Frederic Verhoeff (1899 – 1904)
  45. Dr.Aart Christian van Leeuwen (1900 – 04 RIP)
  46. Johannes Cornelis Ijsbrand Bussingh de Vries (1904 – 04)
  47. Johan Hendrik Christiaan Israel (1903)
  48. Jean Henri de Vries (1904 – 07)
  49. Dr.Wouterus van Lingen (1904 – 06)
  50. Ari Adama (1905 – 05)
  51. Joan Frederic Verhoeff (1907 – 08)
  52. Tonke Pilon (1908 – 10)
  53. Evert van Loon (1909 – 10)
  54. Richeld Willem Frans Kyftenbelt (1910 – 11)
  55. Georg Hennemann (1910 – 11)
  56. Johannes Mechtelinus Coops (1911 – 12)
  57. Abraham Hagedoorn (1911 – 19)
  58. Warner van Griethuysen (1912 – 14)
  59. Jan Brink (1914 – 21)
  60. Dirk Jacobus Leepel (1919 – 20)
  61. Bernardus Johannes Audier (1920 – 22)
  62. Johannes Mechtelinus Coops (1921 – 27)
  63. Gerrit Jan Reindert Langen (1922 – 28)
  64. Johannes Arnoidus Rudolf Terlet (1927 – 29)
  65. Gijsbert Cornelis Anton Adriaan van den Wijngaard (1928 – 30)
  66. Bernardus Matthijs van Tangerloo (1930 – 33)
  67. Hermanus Sterrenga (1930 – 31)
  68. Johannes Matthijs Lindeijer (1931 – 34)
  69. Karel Frederik Creutzberg (1933 – 34)
  70. Jacques Louis Brinkerink (1934)
  71. Cornelis Bastiaan Boere (1934 – 36)
  72. George Willem Cornelis Vunderink (1935 – 41)
  73. Wijsbrands Gerardus Redingius (1935 – 40)
  74. Karel Frederik Creutzberg (1936 – 40)
  75. Johana Hermina Stegeman (1940 – 41)
  76. Floris Egbertus van Leeuwen (1940 – 43)
  77. Johan Carel Hamel (1941 – 42)
  78. Eppa Smith (1945 – 46)
  79. Casper Spoor (1946 – 49)
  80. W.H.F. Ter Braak (1947 – 49)
  81. Eppa Smith (1949 – 54)
  82. de Haart (1954 – 60)
  83. Richard Palii (1954 – 60)
  84. Willem Bernard Warouw (1960 – 63)
  85. Augustinus Roberth Molle (1963 – 67)
  86. Jan Frederick Hattu (1967 – 78)
  87. Rein Robert Daada (1978 – 84)
  88. Yopie Hukom, S.Th. (1984 – 88)
  89. Theofilus Natumnea, S.Th. (1988 – 92)
  90. Rudolf Andreas Tendean, S.Th. (1992 – 95)
  91. Markus Kurami Tumakaka, S.Th. (1995 – 98)
  92. Meyer Meindert Pontoh, S.Th. (1998 – now)
sumber:wikipedia

Watugong



Pagoda Avalokitesvara di Vihara Buddhagaya Watugong Semarang ini memiliki tinggi 45 meter, pagoda ini dibangun tujuh tingkat dengan hampir semua konstruksi bangunannya terbuat dari beton, serta banyak menggunakan latar warna merah dan beberapa arca di tiap tingkat pagodanya. Pagoda Avalokitesvara Buddhagaya ini ditetapkan oleh Museum Rekor Indonesia MURI sebagai pagoda tertinggi di Indonesia.