Pasar Johar

Manakah Pasar tradisional terbesar di Semarang? Semua orang sepakat menjawab Pasar Johar. Pasar yang berlokasi di pinggir Kali Semarang ini sejak dulu merupakan pusat kegiatan ekonomi warga Semarang. Arsitektur pasar Johar menjulang tinggi berbentuk mirip cendawan. Adalah Herman Thomas Karsten, arsitek Belanda yang dipercaya merancang arsitektur pasar induk tradisional yang dibangun pada 1937 ini. Ciri khusus arsitektur pasar terletak pada atapnya yang berbentuk kolom-kolom mirip cendawan. Atap yang satu dan lainnya saling menaungi dan tidak menyatu. Konstruksi ini memungkinkan udara masuk dari segala penjuru.

Pasar Johar Semarang

Meski tanpa mesin penyejuk ruangan, udara segar bisa dinikmati. Sistem cross ventilation yang juga terlihat di Gedung Lawang Sewu merupak ciri Karsten. Selain menjadikan ruangan hemat energi, bangunan dengan cross ventilation juga cocok untuk kawasan tropis seperti Indonesia. Ciri lain arsitektur Pasar Johar adalah adanya ruang kosongantara lantai satu dan dua. Karena ruang kosong itu pulalah, pengunjung bisa melihat keunikan atap berbentuk cendawan.

Bukan hanya aspek ekologi yang menjadi pertimbangan perencanaan Pasar Johar. Aspek sosiologis juga sangat diperhatikan. Karsten paham betul fungsi pasar dalam tradisi masyarakat Indonesia. Tidak seperti pasar di Eropa yang hanya memfungsikan pasar hanya sebagai tempat transaksi pedagang dan pembeli. Di Indonesia, pasar tak sekadar tempat transaksi, tapi juga sebagai ruang terbuka tempat menampung para pedagang nonpermanen (tiban) yang berjualan pada acara tertentu.

Karsten juga sangat memperhatikan banyaknya perempuan yang menjadi pedagang atau sekadar menjadi buruh gendong. Untuk meringankan mbok-mbok gendhong memanggul bagor, dibuatlah lantai los pasar setinggi lutut orang dewasa. Tujuannya agar buruh gendong tak perlu mengangkat beban terlalu berat sebelum digendong.

Dari sisi material bangunan, Karsten memilih marmer berkualitas tinggi sebagai bahan pelapis permukaan dinding, meja utama, serta sebagian lantai. Sedangkan anak tangga dari batu andesit. Tak aneh, usia lebih dari 70 tahun Pasar Johar masih kukuh berdiri.

Kemasyhuran Pasar Johar hingga ke seluruh Jawa. Pedagang tak cuma datang dari sekitar Semarang, tapi juga dari Solo, Klaten, dan Kudus. Mereka berdagang di Pasar Johar hingga turun-temurun. Bahkan pedagang dari luar Jawa ikut meramaikan. Dulu pedagang dari Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi bisa langsung membongkar kapalnya di Kali Semarang, yang melintas tepat di tepi Pasar Johar. Di atas kali itu ada Jembatan Berok, tak jauh dari Pasar Johar, yang berupa jembatan hidrolik. Saat ada kapal bongkar-muat di Pasar Johar, jembatan bisa dibuka, lalu ditutup kembali. Hingga awal 1970, kapal masih bisa masuk Kali Semarang. Sayang, sekarang sudah dangkal dan jembatan sudah tak bisa dibuka lagi.

Kini kemegahan arsitektur Pasar Johar nyaris tak bisa dinikmati. Padatnya pedagang serta ketidakdisiplinan memelihara tata ruang membuat sirkulasi udara tak sebaik dulu. Satu-satunya alasan tiap hari Pasar Johar dipenuhi pengunjung adalah karena tersedia semua kebutuhan masyarakat, dari sandang, pangan, hingga elektronik dengan harga relatif murah. Pasar Johar selalu menjadi tujuan bagi pembeli eceran ataupun grosiran.

Selain sebagai tempat berdagang, Pasar Johar ibarat sebuah kampung tempat bertemunya pedagang dari berbagai daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar